Rabu, 14 November 2012

Asas-asas Penyelengaraan Daerah

ASAS-ASAS PENYELENGGARAAN DAERAH Alfred Hengky Senda Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Secara umum Asas-asas penyelenggaraan pemerintah Republik Indonesia didasarkan pada landasan dan tujuan penyelenggaraan pemerintahan RI menurut Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Dalam aspek penyelenggaraan pemerintahan secara luas dikenal 2 (dua) masam asas yaitu : 1. Asas Keahlian (Asas Fungsional) : yaitu suatu asas yang menghendaki tiap urutan kepentingan umum diserahkan kepada para ahli untuk diselenggarakan secara fungsional. Penerapan asas ini terdapat pada struktur lembaga-lembaga Negara serta susunan pemerintah pusat yang terdiri atas lembaga-lembaga departemen dan non departemen. 2. Asas Kedaerahan : dengan berkembangnya tugas-tugas serta kepentingan – kepentingan yang harus diselenggarakan oleh pemerintah pusat, maka demi kebaikan dan jalannya pemerintahan disamping asas di atas juga berpegang pada asas kedaerahan, dimana asas ini ditempuh dengan system dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan. Sedangkan secara khusus asas penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang berlaku saat ini adalah : 1. Asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. 2. Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Oleh karena itu tidak seluruh urusan pemerintahan diserahkan kepada daerah menurut asas desentralisasi, maka penyelengaraan urusan-urusan pemerinahan lainnya didaerah didasarkan atas pada asas dekonsentrasi. Urusan-urusan yang dilimpahkan oleh pemerintah tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat baik perencanaan, pelaksanaan maupun pembiayaannya. Pada prinsipnya, urusan pemerintahan yang didekonsentrasikan adalah sisa urusan yang tidak di serahkan kepada daerah,sehingga pengertian ini lazim disebut teori residua atau sisa. Pelaksanaan asas dekonsentarsi menilik pada sifat dari masing-masing kewenangan pemerintahan pusat, memang ada hal-hal yang tidak dilimpahkan sehingga diurus secara dekonsentrasi yaitu urusan pertanahan, peradilan, monoter fiscal, kepolisian dan hubungan luar negeri. 3. Asas Tugas Pembantuan (Medebewind) adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/ atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Penugasan disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia. Lahirnya tugas pembantuan didasarkan pada adanya pertimbangan spesifik terhadap suatu tugas yang akan lebih baik jika dilaksanakan oleh aparat pemerintah daerah. Tugas dalam beberapa hal yang menjadi ujian untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam pelaksanaan otonomi secara lebih nyata dan bertanggung jawab. Pelaksanaan ketiga asas tersebut diatas dalam penyelenggaraan pemerintah daerah melahirkan konsekuensi-konsekuensi sebagai berikut : a. Otonomi Daerah, yaitu akibat adanya desentralisasi lalu diadakan daerah otonomi yang diberikan hak wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan yang berlaku. b. Daerah Otonom yaitu kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang hendak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan yang berlaku. c. Wilayah Administratif yaitu akibat dari adanya asas deknsentrasi Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah Daerah Provinsi. Artinya, Daerah Provinsi adalah daerah yang berkedudukan sebagai daerah otonom dan sekaligus daerah administrative. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi secara utuh dan bulat adalah Daerah Kabupaten dan Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas desentralisasi ini berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Sedangkan asas tugas pembantuan itu dapat dilaksanakan di Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, Kota dan Desa. Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah dimaksud awabdilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan. Selain itu dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah maka disusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan daerah disusun oleh pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten atau daerah kota sesuai dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 1. Rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJP Daerah) untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang ditetapkan dengan Perda; 2. Rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJM Daerah) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang ditetapkan dengan Perda 3. Rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah pusat. Referensi : 1. UU 32 Tahun 2004 2. Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas 3. Sistem Pemerintahan Indonesia. (Rabina Yunus, Anto Hidayat dan Siti Aisyah)

Perbedaan Ilmu Pemerintahn dengan Ilmu Sosial Lainnya

MAKALAH PERBEDAAN ILMU PEMERINTAHAN DENGAN ILMU POLITIK ILMU ADMINISTRASI NEGARA DAN HUKUM TATA NEGARA NAMA : ALFRED HENGKY SENDA NIM : 016265056 UPBBJ ` : KUPANG MASA UJIAN : 2012.2 I. PENDAHULUAN a. Latar belakang Istilah pemerintahan telah mempunyai pengertian yang memasyarakat yaitu suatu proses penyelenggaraan kekuasaan Negara. Pemerintahan merupakan gejala yang berlangsung dalam kehidupan bermasyarakat yaitu hubungan anatara manusia dalam setiap kelompok termasuk keluarga sebagai sutu kelompok yang terkecil dan paling sederhana tetapi paling universal yang didalamnya kita bisa memperoleh dan mengalami bagaimana pemerintahan telah berada dan terlaksana. Selanjutnya ilmu yang sasarannya mempelajari tentang gejala – gejala pemerintahan dalam arti bagaimana proses penyelenggaraan kekuasaan didalam Negara itu dilaksanakan adalah ilmu pemerintahan pada umumnya. Ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana melaksanakan koordinasi dan kemampuan memimpin bidang legislative, eksekutif dan yudikatif dalam hubungan pusat dan daerah, antar lembaga serta antar yang memerintah dan yang diperintah. Ilmu pemerintahan merupakan ilmu terapan karena menggunakan segi penggunaan dalam praktek yaitudalam hal hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah. Ilmu Pemerintahan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang menyelidiki bagaimana sebaiknya hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah dapat diatur sedemikian rupa, sehingga dapat dihindari timbulnya pertentangan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dan mengusahakan agar terdapat keserasian pendapat, serta daya tindak yang efektif dan efesien dalam pemerintahan atau ilmu yang diterapkan dan mengadakan penyelidikan dinas umum dalam arti yang seluas-luasnya baik terhadap susunan, maupun organisasi alat yang menyelenggarakan tugas penguasa sehingga diperoleh metode-metode bekerja yang setepat-Tepatnya untuk mencapai tujuan suatu Negara. Filsafat adalah akar dari segala pengetahuan manusia baik pengetahuan ilmiah maupun pengetahuan non ilmiah. Kajian-kajian filsafat dalam bidang pemerintahan telah melahirkan suatu disiplin ilmu baru yaitu filsafat pemerintahan, yang secara khusus membahas tentang ilmu-ilmu pemerintahan, metodologi dan hubungan ilmu pemerintahan dengan etika dan dengan ilmu –ilmu social lainnya seperti Ilmu Politik, Ilmu Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara. b. Pembatasan Masalah Untuk memudahkan pembahasan Penulis membatasi makalah ini sesuai dengan uraian diatas maka pada kesempatan kali ini yang ingin dibahas adalah mengenai : 1. Perbedaan Ilmu Pemerintahan dengan Ilmu Politik 2. Perbedaan Ilmu Pemerintahan dengan Ilmu Administrasi Negara 3. Perbedaan Ilmu Pemrintahan dengan Hukum Tata Negara. c. Tujuan penulisan makalah Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Memahami lebih mendalam tentang hubungan Ilmu Pemerintahan dengan Ilmu Politik, Ilmu Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara 2. Salah Satu Tugas Mata kuliah Filsafat Pemerintahan pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Terbuka Indonesia. II. PEMBAHASAN A. LANDASAN TEORI 1. Pengertian Ilmu Pemerintahan Ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana melaksanakan koordinasi dan kemampuan memimpin bidang legislative, eksekutif dan yudikatif dalam hubungan pusat dan daerah, antar lembaga serta antar yang memerintah dan yang diperintah. Ilmu pemerintahan merupakan ilmu terapan karena menggunakan segi penggunaan dalam praktek yaitudalam hal hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah. Ilmu Pemerintahan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang menyelidiki bagaimana sebaiknya hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah dapat diatur sedemikian rupa, sehingga dapat dihindari timbulnya pertentangan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dan mengusahakan agar terdapat keserasian pendapat, serta daya tindak yang efektif dan efesien dalam pemerintahan atau ilmu yang diterapkan dan mengadakan penyelidikan dinas umum dalam arti yang seluas-luasnya baik terhadap susunan, maupun organisasi alat yang menyelenggarakan tugas penguasa sehingga diperoleh metode-metode bekerja yang setepat-Tepatnya untuk mencapai tujuan suatu Negara. Selain itu Dalam berbagai pustaka tentang Ilmu Pemerintahan telah dicatat beberapa definisi Ilmu Pemerintahan. Beberapa definisi itu bertolak belakang dari anggapan dasar bahwa Ilmu Pemerintahan adalah bagian integral ilmu politik. Beberapa definisi lainnya bersifat normatif. Pengertian Ilmu Pemerintahan menurut Inu Kencana dalam bukunya Pengantar Ilmu Pemerintahan, sebagai berikut: “Ilmu Pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana melaksanakan pengurusan (eksekutif), pengaturan (legislatif), kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan (baik pusat dengan daerah maupun rakyat dengan pemerintahnya) dalam berbagai peristiwa dan gejala pemerintahan, secara baik dan benar”. (Kencana,2001:24). Menurut H.A Barsz yang dikutip didalam buku Inu Kencana yang berjudul Sisitem Pemerintahan Indonesia mendefinisikan Ilmu Pemerintahan, sebagai berikut : “Ilmu Pemerintahan adalah Ilmu yang mempelajari tentang cara bagaimana lembaga pemerintahan umum itu disusun dan difungsikan baik secara kedalam maupun keluat terhadap warganya”. (Kencana,1994:12) Diterangkan pula oleh Talizidubu Ndraha dalam bukunya yang berjudul Metedologi Ilmu Pemerintahan adalah sebagai berikut : “Ilmu Pemerintahan adalah Ilmu yang mempelajari proses politik (Alokasi Otoritatif nilai-nilai didalam sebuah masyarakat) dalam penyelenggaraan pemerintahan sebuah negara”. (Ndraha,1997:16) 2. Pengertian Ilmu Politik Sebelum mendefinisikan apa itu ilmu politik, maka perlu diketahui lebih dulu apa itu politik. Secara etimologis, politik berasal dari bahasa Yunani ”polis” yang berarti kota yang berstatus negara. Secara umum istilah politik dapat diartikan berbagai macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Menurut Miriam Budiardjo dalam buku ”Dasar-dasar Ilmu Politik”, ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari tentang perpolitikan. Politik diartikan sebagai usaha-usaha untuk mencapai kehidupan yang baik. Orang Yunani seperti Plato dan Aristoteles menyebutnya sebagai en dam onia atau the good life(kehidupan yang baik). Menurut Goodin dalam buku “A New Handbook of Political Science”, politik dapat diartikan sebagai penggunaan kekuasaan social secara paksa. Jadi, ilmu politik dapat diartikan sebagai sifat dan sumber paksaan itu serta cara menggunakan kekuasaan social dengan paksaan tersebut. Beberapa definisi berbeda juga diberikan oleh para ahli , misalnya: Menurut Bluntschli, Garner dan Frank Goodnow menyatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari lingkungan kenegaraan. Menurut Seely dan Stephen Leacock, ilmu politik merupakan ilmu yang serasi dalam menangani pemerintahan. Dilain pihak pemikir Prancis seperti Paul Janet menyikapi ilmu politik sebagai ilmu yang mengatur perkembangan Negara begitu juga prinsip- prinsip pemerintahan, Pendapat ini didukung juga oleh R.N. Gilchrist. Ilmu politik secara teoritis terbagi kepada dua yaitu : 1. Valuatibal artinya ilmu politik berdasarkan moral dan norma politik. Teori valuational ini terdiri dari filsafat politik, ideologi dan politik sistematis. 2. Non valuational artinya ilmu politik hanya sekedar mendeskripsikan dan mengkomparasikan satu peristiwa dengan peristiwa lain tanpa mengaitkannya dengan moral atau norma. Perkembangan Ilmu Politik Ilmu politik adalah salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada. Sejak orang mulai hidup bersama, masalah tentang pengaturan dan pengawasan dimulai. Sejak itu para pemikir politik mulai membahas masalah-masalah yang menyangkut batasan penerapan kekuasaan, hubungan antara yang memerintah serta yang diperintah, serta sistem apa yang paling baik menjamin adanya pemenuhan kebutuhan tentang pengaturan dan pengawasan. Ilmu politik diawali dengan baik pada masa Yunani Kuno, membuat peningkatan pada masa Romawi, tidak terlalu berkembang di Zaman Pertengahan, sedikit berkembang pada Zaman Renaissance dan Penerangan, membuat beberapa perkembangan substansial pada abad 19, dan kemudian berkembang sangat pesat pada abad 20 karena ilmu politik mendapatkan karakteristik tersendiri. Ilmu politik sebagai pemikiran mengenai Negara sudah dimulai pada tahun 450 S.M. seperti dalam karya Herodotus, Plato, Aristoteles, dan lainnya. Di beberapa pusat kebudayaan Asia seperti India dan Cina, telah terkumpul beberapa karya tulis bermutu. Tulisan-tulisan dari India terkumpul dalam kesusasteraan Dharmasatra dan Arthasastra, berasal kira-kira dari tahun 500 S.M. Di antara filsuf Cina terkenal, ada Konfusius, Mencius, dan Shan Yang(±350 S.M.). Di Indonesia sendiri ada beberapa karya tulis tentang kenegaraan, misalnya Negarakertagama sekitar abad 13 dan Babad Tanah Jawi. Kesusasteraan di Negara-negara Asia mulai mengalami kemunduran karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa oleh Negara-negara penjajah dari Barat. Di Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya berfokus pada negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat pada ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia II Di Amerika Serikat terjadi perkembangan berbeda, karena ada keinginan untuk membebaskan diri dari tekanan yuridis, dan lebih mendasarkan diri pada pengumpulan data empiris. Perkembangan selanjutnya bersamaan dengan perkembangan sosiologi dan psikologi, sehingga dua cabang ilmu tersebut sangat mempengaruhi ilmu politik. Perkembangan selanjutnya berjalan dengan cepat, dapat dilihat dengan didirikannya American Political Science Association pada 1904. Perkembangan ilmu politik setelah Perang Dunia II berkembang lebih pesat, misalnya di Amsterdam, Belanda didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, walaupun penelitian tentang negara di Belanda masih didominasi oleh Fakultas Hukum. Di Indonesia sendiri didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, seperti di Universitas Riau. Perkembangan awal ilmu politik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena pendidikan tinggi ilmu hukum sangat maju pada saat itu.Sekarang, konsep-konsep ilmu politik yang baru sudah mulai diterima oleh masyarakat. Di negara-negara Eropa Timur, pendekatan tradisional dari segi sejarah, filsafat, dan hukum masih berlaku hingga saat ini. Sesudah keruntuhan komunisme, ilmu politik berkembang pesat, bisa dilihat dengan ditambahnya pendekatan-pendekatan yang tengah berkembang di negara-negara barat pada pendekatan tradisional. Perkembangan ilmu politik juga disebabkan oleh dorongan kuat beberapa badan internasional, seperti UNESCO. Karena adanya perbedaan dalam metodologi dan terminologi dalam ilmu politik, maka UNESCO pada tahun1948 melakukan survei mengenai ilmu politik di kira-kira 30 negara. Kemudian, proyek ini dibahas beberapa ahli di Prancis, dan menghasilkan buku Contemporary Political Science pada tahun 1948. Selanjutnya UNESCO bersama International Political Science Association (IPSA) yang mencakup kira-kira ssepuluh negara, diantaranya negara Barat, di samping India, Meksiko, dan Polandia. Pada tahun 1952 hasil penelitian ini dibahas di suatu konferensi di Cambridge, Inggris dan hasilnya disusun oleh W. A. Robson dari London School of Economics and Political Science dalam buku The University Teaching of Political Science. Buku ini diterbitkan oleh UNESCO untuk pengajaran beberapa ilmu sosial(termasuk ekonomi, antropologi budaya, dan kriminologi) di perguruan tinggi. Kedua karya ini ditujukan untuk membina perkembangan ilmu politik dan mempertemukan pandangan yang berbeda-beda. Pada masa-masa berikutnya ilmu-ilmu sosial banyak memanfaatkan penemuan-penemuan dari antropologi, sosiologi, psikologi, dan ekonomi, dan dengan demikian ilmu politik dapat meningkatkan mutunya dengan banyak mengambil model dari cabang ilmu sosial lainnya. Berkat hal ini, wajah ilmu politik telah banyak berubah dan ilmu politik menjadi ilmu yang penting dipelajari untuk mengerti tentang politik. 3. Pengertian Ilmu Administrasi Negara Administrasi adalah sebuah istilah yang bersifat generik, yang mencakup semua bidang kehidupan. Karena itu, banyak sekali definisi mengenai administrasi. Sekalipun demikian, ada tiga unsur pokok dari administrasi. Tiga unsur ini pula yang merupakan pembeda apakah sesuatu kegiatan merupakan kegiatan administrasi atau tidak. Dari definisi administrasi yang ada, kita dapat mengelompokkan administrasi dalam pengertian proses, tata usaha dan pemerintahan atau adminsitrasi negara. Sebagai ilmu, administrasi mempunyai berbagai cabang, yang salah satu di antaranya adalah administrasi negara. Administrasi negara juga mempunyai banyak sekali definisi, yang secara umum dapat dibagi dalam dua kategori. Pertama, definisi yang melihat administrasi negara hanya dalam lingkungan lembaga eksekutif saja. Dan kedua, definisi yang melihat cakupan administrasi negara meliputi semua cabang pemerintahan dan hal-hal yang berkaitan dengan publik. Terdapat hubungan interaktif antara administrasi negara dengan lingkungan sosialnya. Di antara berbagai unsur lingkungan sosial, unsur budaya merupakan unsur yang paling banyak mempengaruhi penampilan (performance) administrasi negara. Arti Administrasi Negara oleh para ahli : Menurut M/E Dimock Dan G.O Dimock mengatakan bahwa : Administrasi Negara merupakan suatu bagian dari administrasi umum yang mempunyai lapangan yang lebih luas, yaitu suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana lembaga – lembaga mulai dari suatu keluarga hingga perserikatan bangsa – bangsa disusun, digerakkan dan dikemudikan. Bachsan Mustafa, SH; administrasi Negara adalah sebagai gabungan jabatan – jabatan yang dibentuk dan disusun secara bertingkat yang diserahi kepada badan – badan pembuat undang – undang dan badan – badan kehakuman. Wilson 1987, administrasi sebagai ilmu. Pemikiran tentang supremasi kepemimpinan pejabat politik atas birokrasi itu timbul dari perbedaan fungsi antara politik dan administrasi, dan adanya asumsi tentang superioritas fungsi – fungsi politik administrasi. Slogan klasik pernah juga ditawarkan manakala fungsi politik berakhir maka fungsi administrasi itu mulai, when politic end, administration begin – Wilson 1941. John M. Pfiffer dan Robert V, Administrasi Negara adalah suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijaksanaan – kebijaksanaan pemerintah, pengarahan kecakapan dan teknik – teknik yang tidak terhingga jumlahnya, memberikan arah dan maksud terhadap usaha sejumlah orang. Administrasi Negara adalah segenap proses penyelenggaraan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah suatu Negara, untuk mengatur dan menjalankan kekuasaan Negara, guna menyelenggarakan kepentingan umum. Menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirdjo mengatakan bahwa : Administrasi Negara adalah fungsi bantuan penyelenggaraan dari pemerintah artinya pemerintah (pejabat) tidak dapat menunaikan tugas – tugas kewajibannya tanpa Administrasi Neara. Menurut Utrecht dalam bukunya “Pengantar Hukum Administrasi Negara” mengatakan bahwa : Administrasi Negara adalah gabungan jabatan (compleks van kambten) “Apparaat” (alat) Administrasi yang dibawah pimpinan Pemerintah (Presiden yang dibantu oleh Menteri) melakukan sebagian dari pekerjaan Pemerintah (tugas pemerintah, overheidstak) fungsi administrasi yang tidak ditugaskan kepada badan – badan pengadilan, badan legeslatif (pusat) dan badan pemerintah (overheidsorganen) dari persekutuan – persekutuan hukum (rechtsgemeenschappen) yang lebih rendah dari Negara (sebagai persekutuan hukum tertinggi) yaitu badan – badan pemerintah (bestuurorganeen) dari persekutuan hukum Daerah Swantatra I dan II dan Daerah istimewa, yang masing – masing diberi kekuasaan untuk berdasarkan suatu delegasi dari Pemerintah Pusat (Medebewind) memerintah sendiri daerahnya. Menurut Dwight Waldo menyatakan bahwa administrasi Negara mengandung dua pengertian yaitu : 1. Administrasi Negara yaitu organisasi dan manajemen dari manusia dan benda guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah. 2. Administrasi Negara yaitu suatu seni dari ilmu tentang manajemen yang dipergunakan untuk mengatur urusan – urusan Negara. Kalau definisi- definisi diatas dikaji secara seksama, dapat dikemukakan beberapa pokok pikiran bahwa : a. Administrasi Negara adalah merupakan proses kegiatan yang bersifat penyelenggaraan. b. Administrasi Negara disusun untuk mengatur kerja sama antar bangsa. c. Administrasi Negara diselenggarakan oleh aparatur pemerintah dari suatu Negara. d. Administrasi Negara diselenggarakan untuk kepentingan umum. Administrasi dalam arti sempit. Menurut Soewarno Handayaningrat mengatakan “Administrasi secara sempit berasal dari kata Administratie (bahasa Belanda) yaitu meliputi kegiatan cata-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, keti-mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan”(1988:2). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan administrasi dalam arti sempit merupakan kegiatan ketatausahaan yang mliputi kegiatan cata-mencatat, surat-menyurat, pembukuan dan pengarsipan surat serta hal-hal lainnya yang dimaksudkan untuk menyediakan informasi serta mempermudah memperoleh informasi kembali jika dibutuhkan. Administrasi dalam arti luas. Menurut The Liang Gie mengatakan “Administrasi secara luas adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu”(1980:9). Administrasi secara luas dapat disimpulkan pada dasarnya semua mengandung unsur pokok yang sama yaitu adanya kegiatan tertentu, adanya manusia yang melakukan kerjasama serta mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sondang P. Siagian mengemukakan “Administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara 2 orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya” (1994:3). Berdasarkan uraian dan definisi tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa administrasi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan melalui kerjasama dalam suatu organisasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan. 4. Pengertian Hukum Tata Negara Hukum Tata Negara pada dasarnya adalah hukum yang mengatur organisasi kekuasaan suatu negara beserta segala aspek yang berkaitan dengan organisasi negara tersebut. Sehubungan dengan itu dalam lingkungan Hukum Ketatanegaraan dikenal berbagai istilah yaitu : Di Belanda umumnya memakai istilah “staatsrech” yang dibagi menjadi staatsrech in ruimere zin (dalam arti luas) dan staatsrech In engere zin (dalam arti luas). Staatsrech in ruimere zin adalah Hukum Negara. Sedangkan staatsrech in engere zin adalah hukum yang membedakan Hukum Tata Negara dari Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintah. Di Inggris pada umumnya memakai istilah “Contitusional Law”, penggunaan istilah tersebut didasarkan atas alasan bahwa dalam Hukum Tata Negara unsur konstitusi yang lebih menonjol. Di Perancis orang mempergunakan istilah “Droit Constitutionnel” yang di lawankan dengan “Droit Administrative”, dimana titik tolaknya adalah untuk membedakan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Aministrasi Negara. Sedangkan di Jerman mempergunakan istilah Verfassungsrecht: Hukum Tata Negara dan Verwassungsrecht: Hukum Administrasi negara. Berikut definisi-definisi hukum tata negara menurut beberapa ahli: 1. J.H.A Logemann Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara. Het staatsrecht als het recht dat betrekking heeft op de staat -die gezagsorganisatie- blijkt dus functie, dat is staatsrechtelijk gesproken het amb, als kernbegrip, als bouwsteen te hebben. Bagi Logemann, jabatan merupakan pengertian yuridis dari fungsi, sedangkan fungsi merupakan pengertian yang bersifat sosiologis. Oleh karena negara merupakan organisasi yang terdiri atas fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lain maupun dalam keseluruhannya maka dalam pengertian yuridis negara merupakan organisasi jabatan atau yang disebutnya ambtenorganisatie. 2. Van Vollenhoven Hukum Tata Negara adalah Hukum Tata Negara yang mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat Hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan masyarakatnya. dan akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum itu serta menentukan sususnan dan wewenang badan-badan tersebut. 3. Scholten Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada Negara. Kesimpulannya, bahwa dalam organisasi negara itu telah dicakup bagaimana kedudukan organ-organ dalam negara itu, hubungan, hak dan kewajiban, serta tugasnya masing-masing. 4. Van der Pot Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenang masing-masing, hubungannya satu dengan yang lain dan hubungan dengan individu yang lain. 4. Apeldoorn Hukum Tata Negara dalam arti sempit yang sama artinya dengan istilah hukum tata negara dalam arti sempit, adalah untuk membedakannya dengan hukum negara dalam arti luas, yang meliputi hukum tata negara dan hukum administrasi negara itu sendiri. 5. Wade and Phillips Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur alat-alat perlengkapan negara, tugasnya dan hubungan antara alat pelengkap negara itu. Dalam bukunya yang berjudul “Constitusional law” yang terbit pada tahun 1936 . 6. Paton George Whitecross Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur alat-alat perlengkapan negara, tugasnya ,wewenang dan hubungan antara alat pelengkap negara itu. Dalam bukunya “textbook of Jurisprudence” yang merumuskan bahwa Constutional Law deals with the ultimate question of distribution of legal power and the fungctions of the organ of the state. 7. A.V.Dicey Hukum Tata Negara adalah hukum yang terletak pada pembagian kekuasaan dalam negara dan pelaksanaan yang tertinggi dalam suatu negara. Dalam bukunya “An introduction the study of the law of the consrtitution”. 8. J. Maurice Duverger Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang dari hukum privat yang mengatur organisasi dan fungsi-fungsi politik suatu lembaga nagara. 9. R. Kranenburg Hukum Tata Negara meliputi hukum mengenai susunan hukum dari Negara terdapat dalam UUD. 10. Utrecht Hukum Tata Negara mempelajari kewajiban sosial dan kekuasaan pejabat-pejabat Negara. 11. Kusumadi Pudjosewojo Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur bentuk negara (kesatuan atau federal), dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik), yang menunjukan masyarakat Hukum yang atasan maupunyang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya (hierarchie), yang selanjutnya mengesahkan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukan alat-alat perlengkapan (yang memegang kekuasaan penguasa) dari masyarakat hukum itu,beserta susunan (terdiri dari seorang atau sejumlah orang), wewenang, tingkatan imbang dari dan antara alat perlengkapan itu. 12. J.R. Stellinga Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur wewenang dan kewajiban-keawajiban alat-alat perlengkapan Negara, mengatur hak, dan kewajiban warga Negara. Dari pendapat yang beragam tersebut, kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya: Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang ilmu hukum, yaitu hukum kenegaraan yang berada di ranah hukum publik Definisi hukum tata negara telah dikembangkan oleh para ahli, sehingga tidak hanya mencakup kejian mengenai organ negara, fungsi dan mekanisme hubungan antar organ negara itu, tetapi mencakup pula persoalan-persoalan yang terkait mekanisme hubungan antar organ-organ negara dengan warga negara Hukum tata negara tidak hanya merupakan sebagai recht atau hukum dan apalagi sebagai wet atau norma hukum tertulis, tetapi juga merupakan sebagai lehre atau teori, sehingga pengertiannya mencakup apa yang disebut sebagai verfassungrecht (hukum konstitusi) dan sekaligus verfassunglehre (teori konstitusi) Hukum tata negara dalam arti luas mencakup baik hukum yang mempelajari negara dalam keadaan diam (staat in rust) maupun mempelajari negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging) Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan : Hukum Tata Negara adalah sekumpulan peraturan yang mengatur organisasi dari pada negara, hubungan antara alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal serta kedudukan warga negara dan hak-hak azasinya. B. PERBEDAAN ILMU PEMRINTAHAN DENGAN ILMU POLITIK Menurut Inu Kencana, secara umum dapat dikatakan bahwa ilmu pemerintahan menekankan pada fungsi output dari pada mutu system politik, sedangkan ilmu politik menitikberatkan pada pada fungsi input. Dengan perkataan lain ilmu pemerintahan lebih mempelajari komponen politik suatu system politik, sedangkan ilmu politik mempelajari society dari suatu system politik. Lebih lanjut Inu Kencana melihat hubungan yang nyata antara ilmu politik dan ilmu pemerintahan, di mana ilmu pemerintahan yang organisasinya tersusun berdasarkan prinsip-prinsip birokrasi yang mempunyai ruang lingkup begitu luas mulai dari pemerintah pusat sampai ke daerah-daerah dan desa/kelurahan, adalah dianggap menjalankan keputusan-keputusan politik. Sedangkan ilmu pemerintahan membicarakan penyelenggaranya dengan menekankan pada hubungan-hubungan antara pusat dan daerah, antara yang memrintah dan yang diperintah, antar departemen dan non-departemen, antara lembaga tinggi dan tertinggi. Dengan kata lain kebijaksanaan pemerintah (public policy) dibuat dalam arena politik, tetapi hampir semua perencanaan dan pelaksanaannya diselenggarakan dalam arena birokrasi pemerintahan tersebut (Miftah Toha) C. PERBEDAAN ILMU PEMERINTAHaN DENGAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA Administrasi Negara merupakan pelaksanaan atau fungsi dari pemerintah. Maksudnya adalah pemerintah dalam arti yang luas yaitu 1. Membuat kebijaksanaan (policy making) yang dilaksanakan oleh pihak legislative (di Indonesia dilaksanakan bersama pihak eksekutif atau pemerintah dalam arti yang sempit) 2. Pelaksanaan kebijaksanaan (policy execution) dilaksnakan pemerintah dalam arti sempi (eksekutif). Pelaksanaan ini di disebut dengan administrasi Negara. Jadi administrasi Negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu pemerintahan itu hadir sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan yanh berdiri sendiri, namun demikian sangat dekat hubungannya dengan administrasi Negara, karena memiliki objek materia yang sama yaitu Negara itu sendiri. Menurut Inu Kencana, yang membedakan ilmu pemerintahan dengan ilmu administrasi Negara adalah pada pendekatannya yaitu : Ilmu Pemerintahan cenderung lebih melaksanakan pendekatan pada : a. Legalistik (posisi aturan yang berlaku) b. Empirik (keadaan nyata dilapangan) c. Formalistik (keadaan ketentuan resmi) Sedangkan ilmu administrasi Negara cenderung melaksanakan pendekatan antara lain : a. Ekologikal (posisi keberadaan lingkungan) b. Organisasional (per lembaga keanggotaan) c. Struktural (peraturan penempatan lokasi) D. PERBEDAAN ILMU PEMERINTAHAN DENGAN HUKUM TATA NEGARA Demikian pula ilmu pemerintahan erat kaitannya dengan hokum tata Negara karena keduanya sama-sam memiliki objek materia yang sama yaitu Negara. Hokum tata Negara adalah cabang ilmu hukum yang mengkhususkan diri membahas seluk beluk praktek kenegaraan, khususnya dibidang pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan. Menurut Inu kencana, permasalahan-permasalahan yang diprioritaskan untuk dibahas oleh hukum tata Negara dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Pembentukan lembaga-lembaga Negara yang memiliki kekuasaan tertinggi sampai dengan yang terendah dalam Negara tersebut. 2. Pembentukan konstitusi Negara, dengan amandemennya ataupun garis-garis besar haluan Negara lainnya. 3. Hukum pembentukan pemerintah daerah dengan pemberian otonomi kepada daerah-daerah. 4. Hukum penetapan kewarganegaraan seseorang dalam suatu Negara. Sedangkan yang membedakan antara ilmu pemerintahan dengan hukum tata Negara menurut Inu Kencana adalah dari sudut pandangnya masing-masing yaitu bila ilmu pemerintahan cenderung lebih mengkaji hubungan-hubungan pemerintah dalam arti perhatian utama adalah pada gejala yang timbul pada peristiwa pemerintah itu sendiri, maka hukum tata Negara cenderung mengkaji hukum serta peraturan yang telah ditegakan dalam hubungan tersebut.   III. PENUTUP Dari pembahasan diatas diketahui bahwa Ilmu Pemerintahan memiliki hubungan dengan Ilmu-Ilmu Kenegaraan lainya seperti : 1. Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup negara, membicarakan politik pada hakikatnya adalah membicarakan negara, karena teori politik menyelidiki negara sebagai lembaga yang mempengaruhi hidup masyarakat. 2. Secara umum dapat dikatakan bahwa ilmu pemerintahan menekankan pada tungsi output daripada mutu sistem politik, sedangkan ilmu politik menitikberatkan pada fungsi input. Dengan perkataan lain ilmu pemerintahan lebih mempelajari komponen politik sebagai suatu sistem politik, sedangkan ilmu politik mempelajari society dari suatu sistem politik. Kebijaksanaan pemerintahan ( public policy) dibuat dalam arena politik, tetapi hampir semua perencanaan dan pelaksanaannya diselenggarakan dalam arena birokrasi pemerintahan tersebut. 3. Syarat-syarat negara antara lain harus adanya wilayah, harus adanya pemerintah/pemerintahan, harus adanya penduduk dan harus adanya pengakuan dari dalam dan luar negeri. Adanya pemerintah yang sah dan diakui baik dari dalam dan luar negeri berarti pemerintah tersebut mempunyai wewenang untuk memerintah secara legitimasi. 4. Ilmu pemerintahan adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, namun sangat dekat hubungannya dengan administrasi negara,karena memiliki obyek materia yang sama yaitu negara itu sendiri.Adapun yang membedakan ilmu pemerintahan dengan administrasi negara adalah pada pendekatan ( technical approach)nya masing-masing yaitu ilmu pemerintahan cenderung lebih melaksanakan pendekatan legalistik, empirik dan formalistik, sedangkan administrasi negara cenderung lebih melaksanakan pendekatan ekologikal, organisasional dan struktural. 5. Yang membedakan ilmu pemerintahan dengan hukum tata negara adalah sudut pandangnya masing-masing, yaitu bila ilmu pemerintahan cenderung lebih mengkaji hubungan-hubungan pemerintah dalam arti perhatian utama adalah pada gejala yang timbul pada peristiwa pemerintah itu sendiri. Sedangkan hukum tata negara cenderung mengkaji hukum serta peraturan yang telah ditegakkan dalam hubungan tersebut. 6. Kebijaksanaan adalah fungsi politik yang dilaksanakan oleh pemerintahan dan pelaksanaannya adalah fungsi administrasi yang dijalankan oleh pemerintah. DAFTAR PUSTAKA 1. Syafiie, Inu Kencana, 1994, Ilmu Pemrintahan. 2. Ratna Soliha & J.R.G Djopari, 2009, Pengantar Ilmu Pemerintahan 3. Ndraha, Taliziduhu, Metodologi Ilmu Pemerintahan

Pengertian Pembangunan Politik

PENGERTIAN PEMBANGUNAN POLITIK ALFRED HENGKY SENDA A. PENDAHULUAN Salah satu perkembangan dalam ilmu politik adalah munculnya studi pembangunan politik sebagai sebagai bidang kajian tersendiri, disamping bidang kajian lainnya seperti : 1. Teori-teori politik, 2. Lembaga-lembaga politik, 3. Partai-partai, golongan-golongan dan pendapat umum 4. Hubungan internasional. Para sarjana barat mengembangkan kajian ini dalam usaha mereka memahami perubahan sosial politik di Negara-negara sedang berkembang. Oleh karena itu, konteks pembangunan politik cenderung ditujukan pada Negara-negara sedang berkembang dengan asumsi bahwa dinegara-negara tersebut belum berjalan rasionalisasi, integrasi dan demokratisasi. Hal ini menimbulkan instabilitas politik yang pada akhirnya mempengaruhi kapasitas sistem politik dari Negara-negara tersebut. Itulah sebabnya perlu dilaksanakan pembangunan politik, supaya kapasitas sistem politik dapat terpelihara dan berkembang. B. KONSEP PEMBANGUNAN POLITIK Dalam studi pembangunan politik ada beberapa konsep yang perlu dipahami sebelum menjelaskan defenisi pembangunan politik, yaitu, perubahan, pembangunan dan modernisasi politik. Pembangunan dan modernisasi politik merupakan perubahan politik, bukan sebaliknya (Ramlan Surbakti, 1992). Perubahan politik dapat diartikan ssebagai terjadinya perbedaan karakteristik dari suatu sistem politik yang satu ke sistem politik lain. Misalnya dari sistem politik oteoriter parlementer ke sistem politik demokrasi Pancasila . Persoalannya ialah apakah perubahan itu bersifat progresif yaitu menuju sistuasi yang lebih baik dari yang sebelumnya ataukah bersifat regresif yakni menuju situasi yang lebih buruk dari dari sebelumnya. Contohnya adalah Indonesia masa pemerintahan orde baru yang cenderung otoriter berubah ke masa reformasi yang cenderung lebih demokratis, dimana kedaulatan rakyat lebih dijunjung tinggi. Disamping itu, menurut Hungtinton dan Dominguez (dalam Afan Gaffar, 1989) konsep pembangunan politik dikatakan mempunyai konotasi secara geografis, deveriatif, teologis dan fungsional: 1. Pembangunan politik dalam konotasi geografis berarti terjadi proses perubahan politik pada Negara-negara sedang berkembang dengan menggunakan konsep-konsep dan metoda yang pernah digunakan oleh Negara-negara maju, seperti konsep mengenai sosialisasi politik, komunikasi politik dan sebagainya. 2. Pembanguna politik dalam artri derivative dimaksudkan bahwa pembangunan politik merupakan aspek dan konsekuensi politik dari proses perubahan yang menyeluruh, yakni modernisasi yang membawa konsekuensi pada pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, peningkatan pendidikan, media massa, perubahan status sosial dan aspek-aspek lainnya. 3. Pembangunan politik dalam arti teologis dimaksudkan sebagai proses perubahan menuju pada suatu atau beberapa tujuan dari sistem politik. Tujuan-tujuan itu misalnya mengenai stabilitas politik, integrasi politik, demokrasi, partisipasi, mobilisasi dan sebagainya. Juga termasuk didalamnya tujuan pembangunan suatu bangsa meliputi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan, demokrasi, stabilitas dan otonomi nasional. (Hungtington dalan Ramlan Surbakti, 1992) 4. Pembangunan politik dalam makna fungsional diartikan sebagi suatu gerakan perubahan menuju kepada suatu sistem politik ideal yang ingin dikembangkan oleh suatu Negara misalnya Indonesia ingin mengembangkan sistem politik demokrasi konstitusional. Untuk hal ini MPR pada era reformasi telah melakukan amandemen UUD 1945 yang bertujuan untuk lebih memperkuat kedaulatan rakyuat atau lebih demokratis. Misalnya, Salah satu bagian dalam amandemen tersebut dapat dilihat pada pasal 6A, yang mengatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam suatu pasangan secara langsung oleh rakyat. C. DEFENISI PEMBANGUNAN POLITIK Dari pembahasan diatas diketahui bahwa konsep pembangunan politik berkonotasi ganda baik secara geografis, derivative, teologis, maupun fungsional. Hal ini menyebabkan sulit untuk merumuskan defenisi tunggal yang mencakup seluruh aspek dari pembangunan politik. Para penulis Indonesia seperti Prof. Dr. Juwono Sudarsono, Dr. Yahya Muhaimin, dan Dr Afan Gaffar, yang menulis tentang pembangunan politik secara garis besar dalam pembahasan mengenai defenisi pembangunan politik telah mengutip atau menerjemakan defenisi pembangunan politik yang telah dikumpulkan oleh Lucian W. Pye. (Pengembang Teori Pembangunan Politik) Lucian W. Pye (1966) berhasil menginventarisir sepuluh defenisi mengenai pembangunan politik dalam bukunya “aspects of Political Develompment” dan telah diterjemahkan oleh para penulis Indonesia tersebut diatas sebagai berikut : Pembangunan Politik Sebagai Prasyarat Politik Bagi Pembangunan Ekonomi, Pembangunan Politik Sebagai Tipe Politik Masyarakat Industri, Pembangunan Politik Sebagai Modernisasi Politik, Pembangunan Politik sebagai Operasi Negara-Bangsa, Pembanguan Politik Sebagai Pembangunan Administrasi dan Hukum, Pembangunan Politik Sebagai Mobilisasi dan Partisipasi Masa, Pembangunan Politik Sebagai Pembinaan Demokrasi, Pembangunan Politik Sebagai Stabilitas dan Perubahan Teratur, Pembangunan Politik Sebagai Mobilisasi dan Kekuasaan serta Pembangunan Politik Sebagai satu Aspek Proses Perubahan Sosial Yang Multidimensional. Namun yang ingin dibahas oleh penulis pada kesempatan ini adalah 2 (dua) Macam Defenisi Pembangunan Politik yaitu : 1. Pembangunan Politik Sebagai Prasyarat Politik Bagi Pembangunan Ekonomi Para ahli ekonomi telah menunjukan bahwa kondisi-kondisi sosial dan politik bisa memainkan peranan penting dalam menghambat atau meningkatkan pendapatan per kapita sehingga Pembangunan Politik dipandang sebagai keadaan masyarakat politik yang dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi (Paul A. Baran, 1975) Akan tetapi dari segi pelaksanaan, pandangan demikian pada dasarnya cenderung bersifat negative, sebab lebih mudah menunjukan pada kita tentang keadaan sistem politik yang menghambat atau menghalangi jalannya pembangunan ekonomi dari pada menjelaskan bagaimana prestasi sistem politik merangsang pertumbuhan ekonomi. Sejarah telah menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung dalam aneka ragam sistem politik dengan berbagai kebijaksanaan umum yang ditempuh. Kelemahan dari defenisi ini adalah adanya beberapa keberatan antara lain : - Keberatan serius terhadap pandangan tentang pembangunan seperti tersebut diatas bahwa ia tidak memusatkan perhatian pada kerangka teoritis yang bersandar pada asumsi-asumsi umum, sebab dalam beberapa hal, pandangan seperti ini hanya akan berarti bahwa pemerintah menempuh kebijakan yang tepat secara ekonomis rasional. - Keberatan lain terhadap pandangan Pembangunan politik ini adalah prospek pembangunan ekonomi makin suram di banyak Negara-negara miskin yakni perekonomian suatu masyarakat berjalan lebih lambat daripada pembangunan politik. - Ada pula keberatan bahwa masyarakat di bagian terbesar Negara-negara sedang berkembang memiliki perhatian utama yang jauh lebih besar dari pada sekedar kewajiban materi. 2. Pembangunan Politik Sebagai Stabilitas dan Perubahan Teratur. Banyak orang merasa bahwa demokrasi tidak sesuai dengan pembangunan. Mereka memandang bahwa pembangunan hampir seluruhnya sebagai proses ekonomi dan proses tertib sosial. Komponen politik dari pandangan ini biasanya berpusat pada stabilitas politik yang didasarkan pada kemampuan melaksanakan perubahan secara tertib dan terarah. Stabilitas yang hanya merupakan stagnasi dan dukungan sepihak terhadap status quo jelas bukan pembangunan, kecuali jika pilihanya adalah penciptaan keadaan yang lebih buruk. Tetapi stabilitas dapat dihubungkan dengan pembangunan dalam arti bahwa setiap bentuk kemajuan ekonomi dan sosial umumnya tergantung pada suatu lingkungan yang lebih banyak memiliki kepastian dan perencanaan yang didasarkan pada prediksi yang cukup aman (Karl W. Deutsch, 1963) Pandangan ini bisa diatasi pada bidang politik karena suatu masyarakat yang proses politiknya secara rasional dan terarah mampu melaksanakan dan mengendalikan perubahan sosial dan bukan hanya menanggapi saja. Jelas lebih maju dari pada msyarakat dimana proses politiknya menjadi korban kekuatan-kekuatan sosial dan ekonomi yang mengendalikan nasib rakyatnya. Kelemah dari sistem pembangunan politik ini adalah adanya keberatan-keberatan : - Banyak persoalan yang tak terjawab seperti berapakah kadar ketertiban yang diperlukan atau diinginkan dan untuk tujuan apakah perubahan sosial itu dilakukan. - Atau apakah menghubungkan stabilitas dengan perubahan adalah sesuatu yang hanya terjadi dalam impian orang-orang kelas menengah atau setidak-tidaknya dalam masyarakat yang jauh lebih baik keadaannya dari masyarakat yang terbelakang. - Menurut skala prioritas ada perasaan bahwa pemeliharaan ketertiban adalah suatu hal yang diperlukan dan diinginkan, tetapi hanya menempati urutan kedua, setelah kemampuan untuk bertindak.

Integrasi Politik

INTEGRASI POLITIK Alfred Hengky Senda a. Pengertian integrasi politik Teori integrasi internasional dianalogikan sebagai satu payung yang memayungi berbagai pendekatan dan metode penerapan –yaitu federalisme, pluralisme, fungsionalisme, neo-fungsionalisme, dan regionalisme. Meskipun pendekatan ini sangat dekat dengan kehidupan kita saat ini, tetapi hal ini rasanya masih sangat jauh dari realisasinya (dalam pandangan state-sentris/idealis), sebagaimana sekarang banyak teoritisi integrasi memfokuskan diri pada organisasi internasional dan bagaimana ia berubah dari sekedar alat menjadi struktur dalam negara. Integrasi politik menunjuk pada sebuah ‘proses kepada’ atau sebuah ‘produk akhir’ penyatuan politik di tingkat global atau regional di antara unit-unit nasional yang terpisah. Hal ini bukanlah sesuatu yang baru dalam peradaban manusia, sedangkan dalam tingkat hubungan internasional ia menjadi ‘kesadaran baru’ dan ‘terminologi baru’ dan menjadi studi politik sistemik utama pada tahun 1950-an hinggga 60-an [Charles Pentland 1973. International Theory and European Integration. London: Faber and Faber Ltd.]. Pentland mendefinisikan integrasi politik internasional sebagai sebuah proses di mana sekelompok masyarakat, yang pada awalnya diorganisasikan dalam dua atau lebih negara bangsa yang mandiri, bersama-sama mengangkat sebuah keseluruhan politik yang dalam beberapa pengertian dapat digambarkan sebagai sebuah ‘community’. Kesepakatan yang dibuat atas integrasi ini adalah dalam kerangka penyatuan yang kooperatif bukan koersif. Ambiguitas yang terjadi dalam pemaknaan ini adalah penggunaan istilah proses ataukah hasil/end-product. Hal ini dapat diatasi oleh Lion Lindberg [dalam Political Integration as a Multi dimensional Phenomenon requiring Multivariate Measurement, Jurnal International Organization edisi Musim Gugur, 1970] dengan berfikir “integrasi politik adalah proses di mana bangsa-bangsa tidak lagi berhasrat dan mampu untuk menyelenggarakan kunci politik domestik dan luar negeri secara mandiri dari yang lain, malahan mencari keputusan bersama atau mendelegasikan proses pembuatan kebijakan pada organ-organ kontrol baru.” Konsep integrasi internasional/regional berbeda dengan konsep serupa tentang internasionalisme/regionalisme, kerjasama internasional/regional, organisasi internasional/regional, gerakan internasional/regional, sistem internasional/regional, dll. Integrasi menitikberatkan perhatiannya pada proses atau relationship, di mana pemerintahan secara kooperatif bertalian bersama seiring dengan perkembangan homogenitas kebudayaan, sensitivitas tingkah laku, kebutuhan sosial ekonomi, dan interdependensi yang dibarengi dengan penegakan institusi supranasional yang multidimensi demi memenuhi kebutuhan bersama. Hasil akhirnya adalah kesatuan politik dari negara-negara yang terpisah di tingkat global maupun regional [Tom Travis, Usefulness of Four Theories of International Relations in Understanding the emerging Order, Jurnal International Studies 31]. Dua Model dari End Product Terdapatlah dua tipe dalam analisa integrative process, yaitu state model dan community model. Dalam terminologi institusional, model negara sangatlah spesifik, terutama bagi penulis Federalis, di mana konsensus integrasi haruslah konstitusional –pandangan yang kurang lebih sama terdapat pada kaum Neo-fungsionalis. Sedangkan model komunitas menitikberatkan pada proses yang terjadi dalam hubungan antara rakyat/penduduk negara, dengan sedikit keterlibatan state. Lembaga politik dipandang kurang signifikan ketimbang pertumbuhan common values, perceptions, dan habits. Hal ini didukung oleh kaum pluralis, fungsionalis. Dan kaum regionalis, berpandangan jika integrasi regional yang terjadi lebih terlembagakan, maka ia state model, jika kurang terlembaga, maka ia community model. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Integrasi Dalam menjelaskan proses perubahan menuju integrasi, tipe variabel mandirinya dapat dibedakan menjadi 3 faktor eksponensial. Pertama, variabel politico-security, yang level of analysis-nya ada pada negara, yang perhatian terhadap power, responsiveness, kontrol elit politik dalam kebiasaan politik publik umum dan dalam ancaman keamanan atas negara. Hal ini dilakukan oleh penulis Pluralis dan Federalis. Berbeda dengan kaum fungsionalis dan neo-fungsionalis yang menekankan pentingnya variabel sosial ekonomi, dan teknologi, yang secara tidak langsung membawa perubahan dan penyatuan politik. Faktor ketiga dipakai oleh kaum regionalis dalam analisanya, yaitu keberadaan kedua variabel tersebut dalam proses integrasi. (http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090628105221AAB56Uz) b. Tipe-tipe integrasi politik Integrasi politik tediri dari : 1. Integrasi Bangsa ialah proses penyatuan berbagai kelompok sosial budaya dalam kesatuan wilayah dan dalam suatu identitas nasional. 2. Integrasi wilayah merupakan pembentukan kewenanangan nasionla pusat terhadap wilayah atau daerah politik yang lebih kecil, yang terdiri atas satu atau lebih kelompok budaya. 3. Integrasi Nilai ialah persetujuan bersama mengeni tujuan tujuan prinsip dasar politik, dan prosedur penyelesaian konflikdan permasalan bersama lainnya. 4. Integrasi Elit dengan khalayak adalah upaya untuk menghubungkan antara golongan elit yang memerintah dan khalayak atau rakyat yangdiperintah. 5. Perilaku Integratif ialah kesediaan warga masyarakat untuk bekerja sama dalam suatu organisasi besar dan berpelilaku sesuai dengan cara yang dapat membantu pencapaian tujuan organisasi (http://indratouwe.blogspot.com/2011/10/bangsa-dan-negara.html) c. Proses integrasi yang dilaksanakan di Indonesia Kalau kita lihat dan kita buka kembali sejarah Negara kita, apalagi tahun-tahun awal setelah dicetuskan kemerdekaan, terjadi beberapa rangkaian gerakan seperatis yang serius, kita masih ingat beberapa pemberontakan, di Jawa Barat misalnya lahir pada tahun 1947 yang digerakkan oleh pemisahan diri dari Maluku pada akhir April 1950. Di Sulawesi Selatan, kekecewaan yang berkembang dikalangan militer setempat pada awal 1950 telah mendorong sebuah perjuangan kemerdekaan dengan mengunakan simbol islam untuk bergabung dalam kekuataan Darul Islam, demikian juga dengan Kalimantan, Sebelum pemerintah mampu mengakhiri perlawanan-perlawanan di Jawa Barat, Kalimantan dan Sulawesi selatan, gerakan Darul Islam telah diperkuat oleh suatu pemberontakan di Aceh pada tahun 1953. Di Sumatera Barat juga muncul gerakan perlawanan dari kalangan elit jenderal atau militer yang tidak puas dengan pemerintah pusat dengan munculnya PRRI, gerakan ini di dukung pada awalnya dari jenderal yang tidak memperoleh atau mendapatkan kepuasan dari pemerintah pusat. Dari urain tulisan diatas, dapat lihat bahwa integrasi nasional memang itu terjadi akibat adanya ketidak adilan pemerintah itu sendiri, kita meski objektif melihat persoalan kenapa mereka melakukan pemberontakan, apakah kemudian karena kekurangan roti atau beras, atau karena pembangunan yang tidak merata yang menyebabkan kesenjangan antara pusat dan daerah, pertikaian-pertikaian senjata yang terjadi di negeri kita ini, meski menjadi pelajaran yang berharga bagi generasi selanjutnya, dan bertanya kenapa gerakan pemberontakan itu bisa terjadi?. Tidak hanya sampai disitu pemberontakan juga meletus pada tahun 1958, ini juga dicetuskan atau yang menjadi motor pengeraknya adalah pemimpin pusat yang membelot karena kepentingan mereka tidak tertampung, Berdirinya dan lahirnya Gerakan Aceh Mardeka (GAM) pada tahun 1976, dan Organisasi Papua Merdeka (OPM), ini juga dipimpin oleh perwira-perwira militer di daerah. Jadi pada prinsipnya, munculnya gerakan gerakan sosial atau gerakan politik di Indonesia yang menjadi motor pengerak atau motor utamanya terjadinya disintegrasi atau gerakan seperatis didaerah bukan dari kalangan rakyat sipil, tapi lebih disebabkan pertarungan atau konflik perwira tinggi militer atau jenderal itu sendiri, kita bisa melihat hampir, gerakan-gerakan seperatis itu tidak digerakkan oleh masyarakat sipil akan tetapi digerakkan oleh militer dan memang terjadi pergeseran. Pada tahun 1970-an gerakan gerakan seperatis sudah mulai dilakukan oleh sipil, seperti yang terjadi di Timur-Timor. Berpisahnya Timur-Timor dari NKRI terjadi ketika munculnya [I]“Humanitarian Intervention” [/I]Negara-Negara asing sudah intervensi Negara kita, kasus di Timur Timor misalnya penulis melihat dengan munculnya PBB dan tentara Australia, adalah bukti betapa kuatnya intervensi asing masuk kenegara kita, mereka masuk dengan cara memunculkan isu pelanggaran HAM kepermukaan yang dilakukan tentara, ini kemudian digunakan sebagai alat agar pihak asing masuk untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri, ikut campur tangan pihak asing tidak bisa dibendung dan mempengararuhi masyarakat. kasus di Timur-Timor adalah bukti konkrit yang tidak bisa dipungkiri betapa bahayanya, dan tidak bisa diangap remeh, kalau kemudian[I]Humaniterian Intervention[/I] asing masuk kenegara kita, tentu akan berbahaya terhadap NKRI. Sulit dan jarang memang Negara itu pecah, kecuali hanya satu atau dua Negara di dunia ini, seperti Unisoviat yang pecah menjadi Rusia, dan Bosnia, bahkan yang menarik lagi Negara gagal sekalipun sulit untuk pecah, seperti Negara Haiti misalnya, yang termasuk Negara miskin dan tidak punya infrastruktur yang kuat, tapi pertanyaannya kenapa Negara ini masih tetap bertahan sampai sekarang alias tidak pecah. Proses integrasi disebabkan adanya, kebersamaan sejarah, ada ancaman dari luar yang dapat mengganggu keutuhan NKRI, adanya kesepakatan pemimpin, homogenitas social budaya serta agama ,dan adanya saling ketergantungan dalam bidang politik dan ekonomi. Nazarudin berpendapat istilah integrasi nasional merujuk kepada perpaduan seluruh unsur dalam rangka melaksanakan kehidupan bangsa, meliputi social,budaya, ekononi, maka pengertian integrasi nasional adalah menekankan pada persatuan persepsi dan prilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Kembali ke persoalan integrasi, istilah integrasi politik dari pada istilah integrasi Nasional, istilah elit politik tidak hanya mencakup kepada perbedaan elit masyarakat saja, dan juga integrasi tutorial tidak hanya persoalan integrasi wilayah, kita melihat elit massa dan tutorial adalah penyebab yang paling rentan terhadap persoalan integrasi nasional. Berangkat dari pemikiran buku diatas, dapat dilihat bahwa konteks terjadinya gerakan- gerakan seperatis yang mengancam NKRI dan bahwa indikator elit yang ada di masyarakat dan indikator tutorial adalah persoalan yang tidak bisa untuk diremehkan, setiap gerakan seperatis pasti ada tokoh pengeraknya GAM misalnya, betapa besarnya pengaruh dan pemikiran elitnya seperti Hasan Tiro dalam memimpin GAM di luar negeri, dan tidak perlu lagi diragukan perannya baik dalam mobilisasi nasional maupun mobilisasi secara Internasional. Motor intelektual ini yang sangat berbahaya terhadap NKRI. Konsep Integrasi teritorial dari Coleman dan Rosberg, ia menegaskan bahwa kesetian nasional dapat dicapai dengan mengurangi atau menghilangi kesetian primordialisme. Pernyataan diatas saya tidak setuju, sebab pandangan seperti ini tidak bisa untuk diterapkan segampang yang kita lihat, Kita harus melihat persoalan dari sudut pandang nasional. Dari segi ini masalah yang dihadapi oleh suatu Negara multi etnis seperti Indoensia bagaimana cara untuk mengurangi bahkan untuk mengahapus kesetiaan primordialisme sangat sulit. Tapi saya lebih melihat dalam konteks sebaliknya, bagaimana kekuatan nasional itu memperkuat primodialisme, kita meski objektif, tidak bisa dinafikan justru kekuatan primordialisme yang kemudian memperkuat kekuatan kesatuan nasional. Konsep Bhineka Tunggal Ika adalah realitas dari promordialisme itu sendiri, kekuatan nasional tidak akan muncul tanpa adanya promordialisme itu sendiri. Pertanyaannya kenapa primordialisme meski dihapus?. Nazaruddin Sjamsudin mengatakan “Integrasi lazim dikonsepsikan sebagai suatu proses ketika kelompok social tertentu dalam masyarakat saling menjaga keseimbangan untuk mewujudkan kedekatan hubungan-hubungan sosial, ekonomi ,politik. Kelompok- kelompok sosial tersebut bisa terwujud atas dasar agama dan kepercayaan, suku, ras dan kelas. Konsepsi tersebut mengisyaratkan bahwa integrasi tercipta melalui proses interaksi dan komunikasi yang intensif (dengan tetap mengakui adanya perbedaan. Kemudian jalan menuju proses intagrasi tidak selalu lancer atau mulus seringkali menemukan hambatan-hambatan , itu jelas ada seperti adanya primordialisme, suku, ras, agama dan bahasa. Dalam setiap kebijakan pemerintah selalu ada reaksi setuju dan tidak setuju, hal tersebut adalah wajar apabila suatu negara dibentuk dari suatu masyarakat yang majemuk, ada yang merasa diuntungkan dan ada yang merasa dirugikan okeh kebijakan tersebut. Masalah atau persoalan integrasi Nasional dapat dari tiga kategori. [I]Pertama,[/I] masalah integrasi politik dapat dikaitkan dengan konsekuensi revolusi Nasional yang ditandai oleh tingginya tingkat mobilitas sosial yang melibatkan sebagian besar masyarakat dan penyebaran masyarakat. Dalam birokrasi juga terlihat pemerintah pusat tidak menghargai pemerintahan di daerah, misalnya penulis mencontohkan ketika rezim Orde Baru sistem desa dipaksakan keseluruh negeri dari Sabang sampai Merauke, intinya pemerintah pusat tidak menghargai [I]variasi local[/I], atau nilai-nilai lokal. [I]Kedua[/I], yang minimbulkan persoalan integrasi di Indonesia adalah tidak adanya suatu partai politik yang mempunyai kemampuan untuk mengintegrasikan kekuatan-kekuatan politik yang beraneka warna itu, meskinya partai politik kedepannya mampu menuju fungsi untuk memperkuat integrasi bangsa, dan berfungsi untuk meredam konflik di tengah masyarakat. Dalam urain tulisan ini penulis menarik kesimpulan bahwa, integrasi nasional pada dasarnya mencakup dua masalah pokok yaitu, pertama, bagaimana membuat rakyat tunduk dan patuh kepada tuntutan-tuntutan negara, yang mencakup perkara pengakuan rakyat terhadap hak-hak yang dimiliki negara. Kedua, bagaimana meningkatkan consensus normatif yang mengatur prilaku politik setiap anggota masyarakat, consensus ini tumbuh dan berkembang diatas nilai-nilai dasar yang dimiliki bangsa secara keseluruhan. Negara Indonesia sangat rentan dengan masalah integrasi yang terjadi bisa kapan saja, karena kondisi Negara kita secara geografis rentan untuk terjadinya gerakan yang menyebabkan disintegrasi baik faktor dari dalam maupun dari luar Negara itu sendiri, salah satu penyebabnya kondisi geografis sebagai Negara kepulauan. Semoga NKRI tetap bersatu dan ini sudah final dari Founding Father. (http://pangisyarwi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=72:integritas-politik-di-indonesia&catid=8:makalah&Itemid=103)

Militer Sebagai Agen Modernisasi

Militer Sebagai Agen Modernisasi a. Pendahuluan Fenomena umum yang terjadi di Negara-negara berkembang ialah tampilnya militer dalam kehidupan polititik. Menurut Huntington ada beberapa penyebab masuknya militer dalam arena politik yaitu : 1. Perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh militer sebagai reaksi terhadap ketidakstabilan politik 2. Militer biasanya memiliki semangat tinggi untuk memberikan focus perhatian pada tindak perubahan social atau modernisasi yang dipelopori oleh para perwiranya. 3. Adanya pendekan rasional terhadap masala –masala social dari golongan militer telah menjadikan perwira –perwira militer yang mampu dan dapat diandalkan sebagai modernisasi 4. Adanya sikap tak peduli dan menentang terhadap kebutuhan pembangunan lembaga -lembaga poltik maka rezim sipil menganggap militer tidak mempunyai kepentingan politik yang harus di perjuangkan 5. Biasanya jika terjadi pengambilalihan kekuasaan oleh militer maka hal itu dinyatakan hanya untuk sementara waktu dan akan dikembalikan pada rezim sipil bila keadaan politik sudah stabil dari militer ketangan sipil .dalam keadaan demikian,tidaklah berarti persoalan telah selesai ,sebab sewaktu-waktu dapat timbul kudeta militer yang baru 6. Mungkin perlu terjadi kudeta dengan alasan yang serupah . 7. Bilamana militer tetap mempertankan kekuasaannya maka mereka menciptkan lembaga-lembaga politik yang berwenang mengabsahkan dan melembagakan kekuasaan mereka dalam Nasaruddin Sjamsuddin dkk 1988. Pendapat Huntington yang dikemukakan di atas menunjukan tidak dibedakannya antara penyebab yang bersifat situasi dengan penyebab sebagai ciri atau sifat militer itu sendiri. Meskipun demikian, Huntington memberikan elaborasi mengenai professionalisme militer, yang menurutnya memiliki tiga ciri pokok. Ciri utama pertama ialah keahlian sehingga profesi militer masih menjadi spesifik serta memerlukan pengetahuan dan ketrampilan. Suatu kekuatan militer membutuhkan pengetahuan yang mendalam untuk mampu merencanakan, mengorganisasi dan mengarahkan kegiatan bak dalam keadaan perng maupun dalam keadaan damai. Keahliannya yang kian spesifik hanya mungkin di peroleh melalui pendidikan, latihan dan pengalaman . Ciri utama yang kedua militer professional adalah tanggung jawab social yang khusus. di samping memiliki nilai-nilai norma tinggi yang harus terpisah sama sekali dari isentif ekonomi seorang perwira militer juga mempunyai tanggung jawab pokok kepada Negara. Dalam professional militer, seorang perwira bisa mengoreksi komandannya, jika ia melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan nasional. Ciri utama yang ketiga adalah karakter korpasi para perwira yang melahirkan rasa esprit de corps yang kuat. Berbeda dengan kelompok profesi yang lain, korps perwira militer merupakan suatu birokrasi professional karena anggota-anggotanya mengabdi pada birokrasi Negara, korps perwira merupakan suatu unit sosial yang otonom ,yang membedakan dengan unit-unit sosial lain dalam masyarakat dalam burhan magenda 1984. Selanjutnya dikemukakan bahwa baik Huntington dan Perlmutte maupun Horowitz memandang peran sentral golongan militer di Negara-negara sedang berkembang disebabkan sifatnya yang korporasi, memiliki keahlian dan birokratik. Sebagai kekuatan birokratik militer biasanya merupakan lembaga birokratik pertama yang mengkonsolidasi dirinya sehingga menjadi kekuatan yang kohesif, yang golongan militer menjadi kekutan birokratik yang Intergratik, terutama di Negara-negara sedang berkembang yang kadang –kadang terpecah secara ideologis karena banyaknya partai. b. Militer sebagai Organissi Modern Dalam modernisasi, di mana diperkenalkan nilai-nilai baru ternyata golongan militer adalah pihak yang paling cepat untuk mengadakan adaptasi dan adopsi atas semua nilai-nilai yang diperkenalkan maupun nilai-nilai yang masuk dari negeri, sedangkan organisasi sosial politik lainnya meskipun mempunyai predikat sebagai sebuah struktur modern, masih jauh ketinggalan bila dibanding dengan militer (Lucian W. Pye dalam Afgan Gaffar, 1989) Lebih lanjut menurut Pye, ada tiga hal khusus yang harus diperhatikan oleh pimpinan militer, yang memiliki kecenderungan tinggi untuk menjadikan mereka sebagai kekuatan yang dinamis didalam perencanaan pembangunan yaitu : 1. Sifat Militer, lebih dalam arti fungsi pokok yang merupakan rival bagi semua bentuk organisasi lainnya yang bekerja atas dasar system sosial domestic. Meskipun mungkin ada inspirasi didalamnya merupakan konsep dari luar negeri, tetapi titik berat perhatiannya terletak pada pembangunan internal. Dengan demikian, militer memiliki tingkat kesadaran yang tinggi akan ukuran-ukuran internasional dan memiliki sensivitas yang tinggi akan kelemahan-kelemahannya. 2. Rasionalitas, Militer adalah kelompok organisasi yang paling unggul, tetapi kurang peka atas ukuran-ukuran pragmatisme mengenai efisiensi disegala bidang. Ia dibentuk untuk ukura masa depan diberbagai Negara serdang berkembang. Bahkan dinegara-negara dimana militer dikerahkan untuk menghadapi masalah-masalah nasional seperti di Birma, semua daya dikerahkan unutk membagnun kekuatan militer sesuai organisasi ideal mereka. 3. Di Negara-negara sedang berkembang, militer berkembang seringkali terpisah dari realitas masyarakatnya dan lebih berorientasi pada ukuran-ukura yang ada di Negara-negara maju. Karena itu mereka sering tidak memahami persoalan yang sedang dihadapi oleh masyarakat ketika menerima ide-ide baru dalam proses pembangunan. Selain itu Organisasi militer secara umum memiliki kekhasan orientasi yang tentu berbeda dengan organisasi sipil. Ciri organisasi militer yang mendorongnya untuk selalu berorientasi pada perubahan dan modernitas ialah hakikat dari lembaga kemiliteran untuk berlaga melawan organisasi militer negara lain guna melindungi eksistensi dan keamanan bangsa dan negaranya. Oleh karena itu harus selalu memperbaharui diri supaya tidak lebih lemah dari musuhnya. Karena itu, organisasi kemiliteran modern senantiasa harus memiliki orientasi standar internasional [Taher, Elza Peldi (Ed), 1987, Menatap Masalah Pembangunan Indonesia, Lembaga Kajian Manajemen Indonesia, Jakarta ]. Dengan ciri demikian, organisasi militer dalam kerangka modernisasi tentu memerlukan inovasi strategis yang harus mengkombinasikan dukungan anggaran yang tidak sedikit dengan pemberdayaan semua sumber daya secara simultan dan terarah. Selain itu militer harus memainkan peran penting dalam mencari terobosan untuk memantapkan manajemen organisasi dengan mengacu pada kecenderungan yang digunakan oleh organisasi modern tanpa meninggalkan hakiki keorganisasiannya sebagai organisasi yang bergerak dan berfungsi dalam bidang militer. Makna penting disini adalah bagaimana memberdayakan SDM sebagai pusat perubahan proses dalam organisasi. Hal ini sejalan dengan yang pernah ditulis oleh Gary Dessler dalam bukunya Human Resources Management. Desller menulis antara lain bahwa perubahan-perubahan dalam lingkungan manajemen SDM menuntut SDM untuk memainkan peranan yang lebih utama dalam organisasi. Trend ini mencakup keragaman angkatan kerja yang terus bertambah, perubahan teknologi yang cepat, globalisasi, dan perubahan-perubahan dalam dunia kerja. seperti pergeseran ke arah masyarakat jasa dan tekanan yang terus berkembang pada pendidikan dan modal manusia c. Militer Sebagai Agen Modernisasi Di dalam masyarakat tradisional, militer sebagai kelompok paling modern dan dalam kedudukannya sebagai kaki tangan pemerintah, jelas mempunyaiotoritas politik yang demikian besarnya. Dapat diuraikan secara umum aspekaspeksosial dan politik dari kegiatan militer dan beberapa akibat langsung yangdihasilkannya ditengah-tengah kehidupan masyarakat sipil. Dalam setiap sistemsosial militer telah diterima masyarakat sebagai tentera terbaik, terutama padamasa transisi anggota-anggota militer memiliki kualifikasi tinggi, sehingga militer mudah menjelma menjadi kelompok yang mampu memainkan peranan penting dalam proses peraliahan dari tradisional kearah modernisasi, baik ideal maupun praktis. Latihan-latihan militer dengan sendirinya diselaraskan dengan aturanaturan dasar dari proses akulturasi yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat transisi. Di dalam tubuh militer bagaimanapun, derajat akulturasi berjalan jauh lebih cepat dari apa yang dialami oleh masyarakat sipil. Hal ini tampak bahwa perwira-perwira tinggi militer dapat memahami kesulitan-kesulitan yang dihadapi masyarakat sipil dalam proses adopsi ide-ide baru ketika modernisasi dan perubahan sosial sedang berlangsung. Militer juga dapat memberi perlindungan dalam proses akulturasi yang memberi keamanan batin yang cukup tinggi. Karena banyak pengalaman menunjukkan bahwa perubahan tanpa perlindungan akan membawa kegelisahan. Sehingga masyarakat desa yang mencoba untuk menjadi anggota militer dalam mengejar ketinggalan-ketinggalan mereka dari masyarakat perkotaan. Proses modernisasi yang berlangsung di Afrika dan di Amerika Latin serta di sebagian besar negara-negara Asia, yaitu kecenderungan yang melahirkan ketidakamanan bagi penduduk disana. Barang siapa yang pernah bertempat tinggal di kota-kota besar dibenua yang disebutkan diatas, lebih-lebih di Afrika Hitam dan Amerika Latin, selalu menemukan dirinya dalam keadaan terancam. Sebaliknya barang siapa yang telah diperkenalkan dalam pola hidup masyarakat teknologi tinggi, ketika bergabung dengan anggota militer, akan selalu memberikan tekanan khusus kepada kebutuhan penyesuaian-penyesuaian umum yang sifatnya eksplisit dan terbuka. Di kota-kota besar yang terdapat di Asia, terlihat sebuah gejala umum, dimana masyarakatnya terlihat modern disatu pihak, tetapi dipihak lain mereka masih menganut cara berpikir dan bertindak seperti apa yang dimiliki oleh orangorang desa tradisional. Mereka biasanya hidup dalam orbitan keluarga dan sanak saudara, tetapi yang memiliki hubungan dan kontak sosial yang sangat terbatas dengannya. Militer telah menampilkan organisasi modern, maka siapa saja yang telah di tatar di dalam sikap dan kecakapan-kecakapan seperti itu, pasti akan berhasil di dalam organisasi modern lainnya. Di negara barat, militer telah memainkan peranan yang sangat penting di dalam penyediaan latihan-latihan teknis termasuk pelayanan-pelayanan langsung di dalam proses pelayanan industri. Militer-militer Jeman melatih sejumlah perwira-perwira yang menduduki posisi penting dan kemudian menempatkan mereka di dalam perusahaan-perusahaan besar yang mereka miliki. Di Amerika juga, teknisi-teknisi militer sudah tentu, memainkan peranan penting dalam pembangunan ekonomi dan teknologi negaranegara barat secara keseluruhan. Di Amerika Latin, militer-militer Brazilia adalah merupakan motor pembuka jalan, promotor sumber-sumber nasional dan melindungi masyarakat Indian. Di Asia juga dapat kita lihat banyak persamaan umum dengan yang terjadi ditempat-tempat tersebut diatas. Hal serupa juga terjadi sebelum perang Dunia II, latihan-latihan wajib militer di dalam tuduh pasukan bela dirinya telah memberikan sumbangan besar bagi semua penduduk dalam meningkatkan pendayagunaan tenaga kerja dan sumber daya alam, yang secara langsung mempunyai sumbangan besar bagi pembangunan industri. Sebagai contoh di India, mereka bergerak di sector perindustrian. Sedangkan Malaysia, Philipina dan Muang Thai, militer merupakan instrumen penting dalam melatih masyarakat untuk menggerakkan dan merawat industri-industri kenderaan bermotor dan alat-alat industri lainnya. Oleh karena militer telah menunjukkan dirinya kelompok dinamisator dalam meningkatkan mobilitas sosial dan ekonomi, maka semangat nasionalisme militer selalu rneliputi segenap lapisan masyarakat luas baik dalam artian perasaan maupun sikap mereka. Sehingga militer mampu menjadi agen modernisasi dalam suatu negara, baik negara yang sudah maju maupun sedang berkembang. d. Penutup Di Negara-negara berkembang umumnya memperoleh kemerdekaannya melalui pejuang-pejuang mereka yang dikemudian hari melahirkan militer. Militer telah melaksanakan tugasnya membela negara, mengalihkan perhatiannya menjadi pendorong dan motor modernisasi dan pembangunan nasional serta berpandangan dan bersikap nasional. Selain itu Organisasi militer secara umum memiliki kekhasan orientasi yang tentu berbeda dengan organisasi sipil. Ciri organisasi militer yang mendorongnya untuk selalu berorientasi pada perubahan dan modernitas ialah hakikat dari lembaga kemiliteran untuk berlaga melawan organisasi militer negara lain guna melindungi eksistensi dan keamanan bangsa dan negaranya. Oleh karena itu harus selalu memperbaharui diri supaya tidak lebih lemah dari musuhnya. Militer yang telah memiliki ketrampilan adalah pihak yang paling cepat untuk mengadakan adaptasi dan adopsi atas semua nilai-nilai yang diperkenalkan maupun nilai-nilai yang masuk dari luar negeri, sedangkan organisasi politik lainnya, walaupun mempunyai predikat sebagai sebuah struktur modern, masih jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan militer. Sehingga militer menjadi sebuah organisasi modern di negara berkembang. Oleh karena militer telah menunjukkan dirinya kelompok dinamisator dalam meningkatkan mobilitas sosial dan ekonomi, maka semangat nasionalisme militer selalu meliputi segenap lapisan masyarakat luas baik dalam artian perasaan maupun sikap mereka. Sehingga militer mampu menjadi agen modernisasi dalam suatu negara, baik negara yang sudah maju maupun sedang berkembang.

DPD dalam SPI

KEBERADAAN DPD DALAM SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA Alfred Hengky Senda A. Pendahuluan Pembentukan DPD menurut ciri politik sebagaimana yang telah menjadi konsensus politik bangsa kita, tetapi juga sesungguhnya dapat kita dalami dasar-dasar teoritis yang mendukung keberadaan lembaga DPD tersebut. Secara teoritis keberadaan DPD untuk membangun mekanisme kontrol dan keseimbangan (checks and balances) dalam lembaga legislatif itu sendiri, di samping antar cabang kekuasaan negara (legislatif, eksekutif, yudikatif). Di samping itu juga untuk menjamin dan menampung perwakilan daerah-daerah yang memadai untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah dalam lembaga legislatif. Secara politis, sesuai dengan konsensus politik bangsa Indonesia, maka keberadaan DPD akan memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah NKRI; semakin meneguhkan persatuan kebangsaan seluruh daerah-daerah; akan meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional serta mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah secara berkeadilan dan berkesinambungan. Keberadaan DPD untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat (dan) daerah memiliki legitimasi yang kuat seperti halnya memberikan implikasi harapan yang kuat pula dari rakyat kepada lembaga DPD karena Anggota DPD secara perorangan dan secara langsung dipilih oleh rakyat, berbeda dari pemilihan Anggota DPR yang dipilih oleh rakyat melalui partai politik. B. Permasalahan Kelahiran DPD telah membangkitkan harapan masyarakat daerah dimana kepentingan daerah dan masalah-masalah yang dihadapi daerah dapat diangkat dan diperjuangkan di tingkat nasional. Di samping itu kebijakan-kebijakan publik baik di tingkat nasional maupun daerah tidak akan merugikan dan akan dapat senantiasa sejalan dengan kepentingan daerah dan kepentingan rakyat di seluruh tanah air. Kepentingan daerah merupakan bagian yang serasi dari kepentingan nasional, dan kepentingan nasional secara serasi merangkum kepentingan daerah. Kepentingan daerah dan kepentingan nasional tidak bertentangan dan tidak dipertentangkan. Namun menjadi pertanyaan selanjutnya bahwa: sejauh mana peran DPD dalam Lembaga Perwakilan? C. Pembahasan a. Teori Perwakilan Dalam sistem pemerintahan demokrasi yang dilaksanakan dengan sistem perwakilan, keberadaan lembaga perwakilan rakyat dipandang sebagai suatu keniscayaan dalam penyelenggaraan suatu sistem pemerintahan. Lembaga negara ini merupakan badan yang berwenang sebagai pelaksana kekuasaan negara dalam hal yang menentukan kebijakan umum yang mengikat seluruh rakyat. Lahirnya lembaga perwakilan dimulai zaman yunani kuno, dimana Rosseau menginginkan tetap berlangsungnya demokrasi, tetapi karena luasnya wilayah suatu negara, bertambahnya jumlah penduduk dan bertambah rumitnya masalah kenegaraan, maka keinginan Rosseau tersebut tidak mungkin terealisir, maka muncullah sebagai gantinya demokrasi tidak langsung melalui lembagalembaga perwakilan yang sebutan dan jenisnya tidak sama disemua negara yang biasa disebut parlemen, atau kadang-kadang disebut dewan perwakilan rakyat. Parlemen ini lahir bukan karena ide demokrasi itu, akan tetapi sebagai suatu kelicikan dari suatu sistem feodal. Parlemen diciptakan dengan tujuan tertentu antara lain untuk menghubungkan masyarakat luas dengan raja atau pimpinan pemerintahan. Selain itu di dalam perwakilan terdapat teori klasik tentang akomodasi yang berkenaan dengan hubungan antara wakil dan terwakil, dikenal dengan teori mandat. Di dalam teori ini pada dasarnya berasumsi bahwa subtansi yang diwakili oleh seorang wakil terbatas pada mandate yang disampaikan oleh orang-orang yang memberikan mandat. Hal demikian mengharuskan segala tindakan, bahkan termasuk sikap dan perilaku dari wakil harus senantiasa bersesuaian dengan kehendak dari orang-orang yang memberikan mandat. Sesuai dengan perkembangan dari teori mandat ini, berkembang atas dasar asumsi tentang kualitas mandat yang menjadi dasar hubungan antara seorang wakil dengan orang-orang yang diwakilinya. (Wahidin, 2007 : 40). Beberapa variasi di dalam teori mandat ini terdiri dari : Mandat imperatif, berarti bahwa hubungan antara wakil dengan orang yang diwakili itu terbatas pada instruksi yang disampaikan oleh orang-orang yang mewakilinya itu. Wakil tidak diperbolehkan bertindak melampui mandat yang telah diberikan dengan konsekuensi bahwa jika hal itu dilakukan oleh wakil, maka hal demikian tidak berada pada hubungan yang benar antara wakil dan orang yang memberikan perwakilannya. Mandat bebas, yang menyatakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai seorang wakil maka semua tindakan yang dilakukan dipandang berada pada bingkai mandat yang diberikan. Seluruh aspek yang secara logis menjadi dasar dari mandat yang diberikan kepada seorang wakil dianggap terakomodasikan di dalam mandat yang disampaikan tersebut, dengan demikian wakil bebas bertindak sesuai dengan batasan umum yang dimandatkan kepada dirinya. Mandat representatif, merupakan perkembangan kualitas mandat yang bersifat umum. Dalam teori mandat representatif, duduknya seseorang di dalam lembaga perwakilan dipandang mewakili keseluruhan kehendak atau aspirasi orang yang memberikan mandat. Sebagai ciri khas dari mandat ini, bahwa seorang wakil memberikan mandat kepada dirinya. Mandat diberikan secara umum di dalam sistem tertentu yang kemudian dikenal melalui Pemilu. Perkembangan berikutnya di dalam hubungan antara wakil dan orang-orang yang diwakili ini berkembang Teori Organ yang beranjak pada kualitas kelembagaan. Bahwa pemilihan organ perwakilan menjadikan semua kekuasaan berada pada lembaga yang dipilih. Sifat kolektivisme menjadi ciri khas dari teori organ. Teori ini dipandang sebagai bentuk yang lebih rasional untuk mengakomodasikan jumlah wakil yang sedikit, dibandingkan dengan orang-orang yang diwakili dalam jumlah sangat banyak. Gambaran sederhana dari teori ini bahwa di dalam negara itu ada berbagai organ yang harus berkinerja sesuai dengan fungsi masing-masing. Salah satu organ dimaksud adalah lembaga perwakilan yang keberadayaannya bersifat formalistik. Dalam arti orang-orang yang duduk di dalam organ itu berada dalam kapasitas umum. Keberadaan organ itu memenuhi persyaratan formal dari eksistensi negara yang mengaruskan adanya lembaga perwakilan. Jadi tidak dideskripsikan bagaimana hubungan antara wakil dan orang-orang yang diwakili, apakah keterwakilannya sesuai atau tidak dengan subtansi yang diinginkan oleh yang memberikan kewenangan. Di dalam perkembangan berikutnya tercatat para ahli yang melakukan telaah tentang bagaimana hubungan antara wakil dan terwakil tersebut namun pendapat para ahli dapat dipandang sebagai perkembangan teknis. misalnya gambaran hubungan wakil dan orang yang diwakili dalam nilai sosiologis yang menggambarkan bahwa lembaga perwakilan pada dasarnya adalah sebagai bangun sosial masyarakat. Jadi harus mewakili kepentingan masyarakat. Demikian pula pendapat dari Teori Hukum Objektif Leon Duguit, yang memberikan analisis tentang bangun lembaga perwakilan sebagai lembaga hukum yang berisi tidak saja keberadaan wakil dan orang yang diwakil, tetapi juga aturan-aturan tentang tentang bagaimana mekanisme perwakilan dan kinerja, daripada wakil di dalam memenuhi aspirasi dari orang-orang yang diwakilinya. Semuanya harus dituangkan dan terlembagakan dalam hukum yang bersifat objektif. Masih ada beberapa pendapat dari para ahli lain yang pada prinsipnya memberikan pemahaman tentang subtansi, pola hubungan serta implikasi yang timbul sebagai akibat dari mekanisme perwakilan. Namun pada intinya tetap pada bahasa yang sama yaitu apakah seorang wakil memang benar-benar dapat memposisikan dirinya sebagai sosok yang dapat menampung dan tentu saja yang lebih penting adalah menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan oleh orang-orang yang memberikan kepercayaan sebagai seorang wakil. Atas dasar-dasar mekanisme perwakilan sebagaimana dikemukakan di atas, sebenarnya kekuasaan yang ada pada seorang wakil, dan kemudian bergabung pada suatu lembaga perwakilan bertumpu pada kewenangan yang diberikan oleh orang-orang yang memberikan kedudukan. Artinya bahwa keterwakilan seseorang pada lembaga perwakilan harus senantiasa mewakili kehendak atau aspirasi dari yang diwakili. Sebagai konsekuensinya jika tidak dapat bertindak sesuai dengan kehendak orang-orang yang memberikan perwakilan, maka hal itu berarti keterwakilannya harus diakhiri. Wakil dipandang tidak mampu mewakili kehendak atau aspirasi, dan sebagai konsekuensinya harus dikembalikan lagi kepada orang yang telah memberikan mandatnya. b. Sejarah DPD Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga baru dalam struktur ketatanegaran Indonesia, di mana keberadaannya merupakan lembaga yang diharapkan mampu mewujudkan aspirasi daerah. Lahirnya DPD merupakan konsekuensi dari system perwakilan yang dianut oleh UUD 1945 hasil amandemen yang menganut system perwakilan bikameral. Sistem bikameral adalah wujud institusional dari lembaga perwakilan atau parlemen sebuah negara yang terdiri atas dua kamar (Majelis). Majelis yang anggotanya dipilih dan mewakili rakyat yang berdasarkan jumlah penduduk secara generik disebut majelis pertama atau majelis rendah, dan dikenal juga sebagai House of Representatives. Majelis yang anggotanya dipilih atau diangkat dengan dasar lain (bukan jumlah penduduk), disebut sebagai majelis kedua atau majelis tinggi dan di sebagian besar negara disebut sebagai Senate. Kecuali dalam periode yang pendek pada masa RIS di tahun 1950, Indonesia selalu menganut sistem unikameral, maka posisi dan konsep keberadaan majelis kedua dalam sistem perwakilan tidak mudah dapat dicerna dan dipahami oleh masyarakat termasuk banyak para elit politik dan kaum intelektual di Indonesia. DPD sesuai dengan hasil amandemen UUD merupakan wakil-wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. Anggota DPD setiap provinsi ditetapkan sebanyak empat orang, dimana jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. Masa jabatan anggota DPD adalah lima tahun. Kedudukan DPD adalah sebagai lembaga tinggi Negara yang menjalankan kekuasannya dalam rangka mewakili aspirasi kewilayahan atau kepentingan daerah. c. Tugas dan Fungsi DPD Tugas dan Wewenang DPD adalah sebagai berikut : 1. Dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; 2. Ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a; 3. Ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR, yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a; 4. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; 5. Dapat melakukan dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; 6. Menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti; 7. Menerima hasil pemeriksaan atas keuangan Negara dari BPK sebagai bahan membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN; 8. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK; 9. Ikut serta dalam penyusunan program legislasi nasional yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Fungsi yang dilaksanakan oleh DPD adalah sebagai berikut : 1. Mengajukan usul kepada DPR mengenai rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; 2. Ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; 3. Pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; 4. Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama. d. Hambatan Pelaksanaan Tugas DPD Dari pembahasan mengenai fungsi, tugas dan kewenangan DPD tersebut diatas kita bisa melihat adanya perbedaan tugas dan kewenangan yang dimiliki oleh DPD dibandingkan dengan DPR yang sama-sama sebagai lembaga perwakilan. DPD seakan-akan hanya pelengkap dari keberadaan DPR karena kewenangan yang diberikan DPD yang tidak sebesar yang dimiliki DPR. Jika DPR mempunyai tugas dan wewenang untuk membentuk UU yang dibahas dengan presiden, maka DPD hanya berwenang untuk mengusulkan rancangan UU untuk diajukan kepada DPR (Pasal 42 ayat (1) UU No 22 Tahun 2003). Kewenangan pengajuan usul RUU itu pun hanya terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Sedangkan dalam hal RUU tentang APBN dan hal-hal yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2003 DPD hanya diberi kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada DPR, yang dari hasil pertimbangan tersebut DPR melakukan pembahasan dengan pemerintah (ayat (3)). Selain mengajukan RUU kepada DPR, DPD juga mempunyai kewenangan untuk ikut membahas RUU yang berkaitan dengan hal-hal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 42 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2003. DPR akan mengundang DPD untuk membahas RUU bersama pemerintah pada awal Pembicaraan Tingkat I sesuai dengan tata tertib DPR. Hasil dari pandangan, pendapat, dan tanggapan masing-masing lembaga tersebut dijadikan masukan untuk pembahasan lebih lanjut antara DPR dan pemerintah. Di sini sekali lagi kita melihat betapa kecilnya kewenangan yang dimiliki oelh DPD dibandingkan sengan DPR bahkan dengan pemerintah. Seolah-oleh DPD hampir mirip dengan staf ahli di kedua lembaga tersebut. DPD tidak mempunyai peran dalam proses menentukan keputusan. Untuk kewenangan DPD dalam hal pengawasan terhadap pelaksanaan UU juga terbatas pada masalah-masalah tertentu dan hasil dari pengawasan tersebut sekali lagi disampaikan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. DPD tak ubahnya seperti warga masyarakat biasa yang memang berhak untuk memberikan masukan dan menyampaikan aspirasinya kepada DPR sebagai wakil rakyat. Demikian juga dalam hal pemilihan anggota BPK, DPD hanya berwenang memberikan pertimbangan kepada DPR secara tertulis. Selain kewenangan DPD tidak sebesar yang dimiliki oleh DPR, DPD juga tidak mempunyai beberapa kewenangan seperti yang dimiliki oleh DPR seperti membahas dan memberikan persetujuan Perpu, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, dan kebijakan pemerintah, memberikan persetujuan kepada presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial, memberikan persetujuan calon hakim agung untuk ditetapkan sebagai hakim agung, memilih tiga calon anggota hakim konstitusi, memberikan pertimbagan kepada presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi, memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain. D. Kesimpulan • Kesimpulan Walupun hasil amandemen UUD 1945 telah melahirkan lembaga perwakilan baru yaitu DPD sebagai lembaga perwakilan daerah yang memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah sebenarnya sudah tepat, namun ternyata posisi DPD lebih rendah daripada DPR. Dengan jumlah anggota, kewenangan, dan kedudukan yang tidak setara antara DPD dan DPR, maka sistem lembaga perwakilan rakyat yang dianut oleh Indonesa adalah sistem bikameral yang lunak (soft bicameral). Hambatan-hambatan pelaksanaan tugas dari DPD justru lahir akibat dari fungsi, tugas dan kewenangan DPD sendiri. • Saran Agar tujuan DPD sebagai lembaga yang diharapkan mampu mewujudkan aspirasi daerah dan mewakili kepentingan daerah dapat benar-benar terwujud maka harus dipikirkan bersama untuk perubahan regulasi tentang kedudukan, tugas, fungsi dan kewenagan dari lembaga tersebut.

Akuntabilitas Sebagai PertangungjawabanPemerintah


Akuntabiltas Sebagai Pertanggungjawaban Pemerintah
Alfred Hengky Senda


1.       Pengertian Akuntabilitas
a.       Arti akuntabilitas sering dikaitkan dengan masalah pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban sendiri memiliki  makna yang sama dengan responbilitas. Responbilitas diartikan sebagai accountability. Accountability sendiri memiliki arti sejauh mana pelaku pemerintahan terbukti mampu menjalankan tugas atau perintah yang diamanatkan kepadanya menurut cara, alat, dan tingkat pencapaian sasaran yang telah ditetapkan, terlepas dari persoalan apakah ia menyetujui perintah itu atau ia merasa terpaksa, dipaksa, harus atau tidak ada pilihan lain dan dalam pada itu ia harus menerima resikonya.
b.      Di dalam masalah pertanggungjawakan pemerintah tadi maka hal-hal yang dipertanggungjawabkan adalah :
1.       Penggunaan wewenang yang diterimanya.
2.       Sumpah jabatan kepada Tuhan, Manusia dan diri sendiri.
3.       Janji-janji kepada yang diperintah (rakyat) melaui pidato, kampanye, tindakan dan ucapan.
4.       Komitmen Pribadi atas jabatan yang diembannya.
5.       Tindakan yang dilakukan atas prakarsa sendiri.
6.       Tindakan Pribadi.
7.       Warisan Pejabat pendahulunya.
c.       Pertanggungjawaban pemerintah pada dasarnya wajib dilaksanakan oleh setiap pelaku pemerintah baik itu pimpinan maupun pelaksana. Disini struktur pemerintah yang harus bertanggung jawab adalah :
1.       Pejabat Politik, yaitu mereka yang dipilih langsung oleh rakyat.
2.       Birokrat yang diangkat serta ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
3.       Pelaksana, unit-unit pelaksana teknis yang langsung bertugas melayani masyarakat.
d.      Pertanggungjawaban yang dikehendaki untuk mewujudkan Good Governance adalah pertanggungjawaban yang bersifat vertikal dan horizontal. Disini kewajiban pertanggungjawaban Pemerintah Daerah ditujukan kepada  :
1.       Pemerintah ditingkat yang lebih tinggi (diatas/selevelnya)
2.       Perwakilan public, DPR dan DPRD serta DPD
3.       Masyarakat Umum (public)
e.      Pentingnya suatu pertanggungjawaban atau akuntabilitas adalah dalam hal penerimaan. Apabila suatu pertanggungjawaban diterima berarti akan menimbulkan kepercayaan. Tetapi apabila pertanggungjawaban tersebut ditolak maka akan menimbulkan mosi tidak percaya dan akan menimbulkan ketidakpercayaan publik (masyarakat/rakyat) kepada pemerintah.
2.       Ruang Lingkup Akuntablitas
Ada beberapa ruang lingkup akuntabilitas seperti yang dikemukakan oleh beberapa orang ahli seperti yang dikemukakan oleh Bimtoro tjokroamidjojo dalam buku “Reformasi Administrasi Publik” yang menjelaskan bahwa akuntabilitas meliputi :
1.       Akuntabilitas Politik
2.       Akuntabilitas Keuangan
3.       Akuntabilitas Hukum
4.       Akuntabilitas Ekonomi (efesiensi)
Tetapi dari keempat ruang lingkup yang ada yang akan dibahas disini adalah akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja.
1.       Akuntabilitas Keuangan adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pengeluaran keuangan daerah.
2.       Sedangkan Akuntabilitas Kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk memperanggungkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui system pertanggungjawaban secara periodik 
3.       Dasar hukum pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah didasarkan pada berikut ini :
a.       Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
b.      UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Kinerja Instansi Pemerintah.
c.       PP No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan.
d.      UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
e.      UU No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN
f.        PP. No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
g.       UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
h.      PP. No 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat.

3.       Laporan Pertangungjawaban
a.       Makna Laporan Pertanggungjawaban
Asas akuntabilitas adalah  asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
Pelaporan kinerja dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja instansi pemerintah dalam suatu tahun anggaran dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Instansi Pemerintah yang dimaksud harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan dan kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya sehingga bisa dikatakan bahwa laporan akuntabilitas kinerja pemerintah berfungsi sebagai alat kendali, alat penilai kualita kinerja, dan alat pendorong terwujudnya good governance.
b.      Prinsip-prinsip Pelaporan Akuntabilitas
a.       Pinsip Lingkungan Pertanggungjawaban; prinsip ini mengandung pengertian bahwa hal –hal yang dilaporkan harus proporsional dengan lingkup kewenagan dan tanggung jawab masing-masing.
b.      Prinsip Prioritas  yakni bahwa laporan akuntabilitas kinerja harus berisi hal-hal yang penting dan relevan bagi pengambilan keputusan dan pertanggung jawaban instansi yang diperlukan untuk upaya-upaya tindak lanjut.
c.       Prinsip Manfaat yaitu manfaat laporan harus lebih besar daripada biaya penyusunannya dan laporan harus mempunyai manfaat bagi peningkatan pencapian kinerja.
c.       Tujuan Pelaporan
Laporan pertanggungjawaban merupakan  alat pengendalian serta evaluasi kinerja bagi pemerintah dan unit kerja pemerintah daerah. Sedangkan secara eksternal adalah sebagai bahan atau dasar pengambilan keputusan.

4.       Harapan Akuntabilitas di masa yang akan datang.
Di masa yang akan datang harapan pemerintah yang akuntabel adalah
-          mampu menyajikan data informasi penyelengaraan pemerintah yang secara terbuka, cepat dan tepat kepada masyarakat.
-          mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi public
-          mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan secara proporsional
-          bisa memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses  pembangunan dan pemerintahan
-          bisa memberikan sarana bagi public untuk menilai kinerja (performance) pemerintah.
-          Dengan pertanggungjawaban public, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian pelaksanaan program/kegiatan pemerintah.